Mengaji al-Qur’an adalah inti dari seluruh aktifitas pembelajaran
di PP. An Nur. Ada beragam pola yang diterapkan untuk bisa menghayati
keberkahan al-Qur’an. Kita bisa merasakannya tahap demi tahap. Sebagaimana
proses yang dijalani oleh santri baru.
Setiap santri baru diharuskan mengikuti marhalah
(kelas/jenjang) binnadri terlebih dahulu. Pada tahap ini, para santri
mengaji dengan metode tartil; membaca al-Qur’an secara perlahan dan penekanan
terhadap makhroj (kejelasan huruf) serta memperhatikan tajwid (hukum
bacaan).
***
Malam itu merupakan malam kedua saya di pesantren. Usai mengikuti
sholat maghrib berjama’ah di musholla, semua santri binnadri kemudian
beranjak ke aula lantai 3. Saya pun ikut serta (sesuai arahan dari pengurus). Sesampainya
di aula, saya sempat bingung bukan kepalang hehee... Tampak dihadapan
saya puluhan santri yang duduk bersila dalam barisan memanjang ke belakang.
Masing-masing santri khusyuk membaca al-Qur’an yang dipegangnya.
Berbeda dengan yang lain, santri di barisan paling depan
meletakkan al-Qur’an diatas meja dan membacanya dihadapan seorang ustad. Ahaa,
akhirnya saya paham kalau para santri sedang mengantri sampai nanti tiba
gilirannya menyetor bacaan al-Qur’an yang disimak oleh ustad. Sembari
mengantri, santri-santri mengulang bacaannya agar semakin lancar. Biasanya
untuk sekali setoran (1 halaman) dibaca dua kali.
Ketika saya celingak-celinguk (nggak jelas), tiba-tiba ada
suara memanggil “Bali, bali… Kesini, mengaji dengan saya”. Reflek saya
menoleh ke asal suara. Ternyata pak kyai Muslim. Saya segera mendekat dan duduk
bersila dihadapan beliau. Saya benar-benar tersentuh karena sikap beliau yang
meskipun sedang menyimak bacaan santri, tetapi menyempatkan untuk memperhatikan
saya yang kebingungan. Mungkin juga beliau mengamati saya yang unyu-unyu ini layak diselamatkan dari kegalauan
hehee...
Singkat cerita, pak kyai Muslim menerangkan tentang darimana saya
mesti mulai mengaji; diawali membaca surah Al-Fatihah, kemudian (karena santri
baru) dilanjutkan surah Ad-Dhuha. “Bacalah dengan baik, jangan terburu-buru.
Mengaji al-Qur’an harus sabar”. Begitu pesan beliau.
Apabila sudah lancar membaca Ad-Dhuha, lalu dihafalkan. Besok saat
mengaji kembali, maka hafalan Ad-Dhuha disetorkan. Kalau hafalannya cukup
bagus, baru bisa melanjutkan surah berikutnya. Membaca-menghafal,
membaca-menghafal, demikianlah untuk tingkat pemula. Membaca dan menghafal dari
Ad-Dhuha sampai An-Nas.
Komentar
Posting Komentar