Pernahkah anda menikmati segelas kopi untuk
berlima? Bagi yang belum, cobalah sesekali anda melakukannya bersama
teman-teman. Ada keistimewaan tersendiri yang nantinya akan anda rasakan. Suatu
“ritual” minum kopi yang menambah keakraban.
Kebersamaan dalam menikmati kopi merupakan
sesuatu yang lazim terjadi dikalangan pesantren. Para santri seringkali
berdiskusi maupun berbincang santai sembari menyeruput segelas kopi.
Meski mereka awalnya hanya berdua, lalu bertambah menjadi lima santri, segelas
kopi tetaplah cukup. Bahkan adakalanya kopi tersebut “dikeroyok” oleh tujuh
santri.
Kopi bisa diibaratkan sebagai simpul
pertemanan. Seorang santri yang sedang duduk dan dihadapannya tersaji kopi
panas, maka dalam hitungan detik akan didekati santri lain. Beberapa waktu
kemudian datang lagi dan lagi hingga ramailah santri-santri mengelilingi kopi yang
tersaji. Uniknya, gelas berisi 100 ml kopi ini tidak lantas cepat habis. Ada
cara khusus yang diterapkan.
Setiap santri yang terbiasa ngopi sudah
paham betul bagaimana etika ngopi bareng. Meminum kopi tidak sama
seperti meminum teh yang sekali sruput menghabiskan ¼ isinya. Kopi diminum
sedikit demi sedikit secara bergantian sesuai keinginan. Walhasil, kopi baru
benar-benar habis setelah 30-60 menit.
Kopi buatan santri cenderung kental. Satu gelas
kecil diisi dengan kopi (takaran) dua sendok makan. Kopi hitam Kapal Api adalah
jenis yang acapkali dipakai. Sering pula menikmati kopi bawaan (oleh-oleh) dari
daerah asal santri, seperti kopi tubruk khas Lampung, Jawa Timur, Bali dan lain
sebagainya.
Ngopi bareng tidak saja terbatas sebagai
perekat silaturahmi, namun lebih dari itu. Kopi dapat menggugah penikmatnya
dalam mencetuskan ide-ide cemerlang. Banyak santri yang bisa menghabiskan waktu
berjam-jam untuk berdiskusi membahas satu kitab penting atau memecahkan suatu
permasalahan sembari meneguk kopi. Banyak juga para santri huffad
(penghafal al-Qur’an) yang tahan berlama-lama mengaji sampai 5 juz dalam sekali
duduk, tidak mengantuk karena khasiat kopi.
Sayangnya, tidak semua santri penikmat kopi
mampu membuat segelas kopi yang enak diminum. Mungkin perbandingannya 1:20.
Ujung-ujungnya yang sering membikin kopi hanya santri-santri tertentu. Mereka
yang dianugerahi keistimewaan tersebut berhasil konsisten menjaga cita rasa
dalam setiap kopi yang dibuat.
Kedekatan dengan kopi bisa melahirkan begitu
banyak inspirasi. Sebagaimana sosok kiai muda, Muslim Nawawi dari Bantul, DI Yogyakarta
yang menulis buku berjudul “Ngopi, Ngaji, Hepi”. Ya, siapa sangka jika buku ini
ternyata terinspirasi dari aktifitas mengaji yang disela-selanya (waktu jeda) menyruput
kopi. Alamak, kalau sudah begini, ngopi jadi bikin hepi. Apalagi bila
segelas kopi yang dinikmati berlima atau lebih. Heemm..
Komentar
Posting Komentar